Lembar Pengesahan Skripsi - Sebuah Hikmah Untuk Bersabar
November lalu ane telah dinyatakan lulus. Setelah itu ane tanya ke akademik perihal kapan saya dapat mengambil lembar pengesahan skirpsi ane. Katanya pertengahan Desember ane diminta mengecek ke akademik. Tetapi setelah beberapa kali mengecek dan disuruh menunggu, lembar pengesahan belum jadi juga pada akhir Desember.
Baru pada awal Januari berkas lembar pengesahan skripsi ane dapat ditemukan. Itu pun ternyata ada beberapa lembar dimana tanda tangan belum ada dan ane harus mencarinya sendiri. Akan tetapi yang membuat ane sangat jengkel adalah ternyata berkas lembar pengesahan temen-temen ane yang baru lulus pada Desember kemarin justru telah jadi terlebih dahulu. Jadi sementara temen-temen ane yang lulus belakangan sudah sibuk mempersiapkan pendaftaran wisuda, ane masih harus wara wiri mencari tanda tangan dosen. Benar-benar membuat ane serasa pengin membakar gedung akademik kampus ane. Soalnya pengalaman buruk dengan pihak akademik bukan hanya terjadi kali ini saja. Dulu juga pernah ketika ane ingin berbuat jujur dan mentaati peraturan dari akademik, eh ... ternyata pihak akademik mengecewakan ane dengan membiarkan mereka yang tidak mentaati peraturan lolos mengikuti KKN Semester pendek. Juga ketika ane mau pindah dosen pembimbing skripsi. Karena keterangan akademik yang tidak konsisten ane jadi harus mundur satu semester untuk pindah dosen.
AARRGGGHHH!!!!
Akan tetapi kejadian itu ternyata membawa ane ke sebuah pencerahan. Ketika ane mengeluhkan bagaimana akademik memperlakukan lembar skripsi ane kepada salah satu dosen yang harus ane mintai tanda tangan, yaitu pak Andreas Budi Purnomo yang juga adalah dosen pembimbing akademik ane, ternyata beliau memberikan sebuah petuah yang luar biasa. Beliau mengatakan, "Yah, mungkin itu adalah kehendak Allah yang telah memilihkan jalan kepada anda agar anda belajar untuk bersabar". Kata-kata beliau benar-benar mengena di hati ane.
Setelah itu ane kemudian merenungkan diri ane pribadi. Kalau ane pikir-pikir ternyata apa yang dikatakan oleh pak Budi memang sangat benar. Akhir-akhir ini ane memang cenderung temperamental. Memang bukan dalam bentuk kemarahan yang meledak-ledak, tetapi dalam bentuk bicara dengan kurang sopan, bertindak menyepelekan orang karena kecewa/marah terhadap orang tersebut, dan lain sebagainya. Semenjak itu ane kemudian berusaha memperbaiki diri.
Salah satu sikap yang ane coba perbaiki adalah sikap yang ane tunjukkan ketika menangani PNPM MP di desa ane. Sebagai salah satu ketua dari 13 ketua kolektif di LKM bentukan PNPM MP, ane sering sekali kesal karena kecewa dengan kinerja salah satu anggota kami. Kekecewaaan itu ane tunjukkan dengan cara sering berkata kurang sopan, menyepelekan, dan lain-lain. Padahal kalau ane pikir2, kami seharusnya saling bantu membantu di LKM, bukan saling menyalahkan. Akhirnya semenjak itu ane lebih banyak mendengarkan untuk lebih bisa memahami duduk persoalan dan memahami posisi orang yang bersangkutan. Dan alhamdulillah sekarang ane jadi merasa lebih tenang.
Lebih jauh lagi, kalau ane renungkan, andai saja waktu itu ane dapat ikut KKN semester pendek, mungkin ane tidak akan menulis disini. Ini dikarenakan ketika gempa 27 Mei 2006 ane masih berada di lokasi KKN di daerah Sleman dimana efek gempa tidak terlalu parah. Andaikata ane mengikuti KKN semester pendek, bukannya semester genap, maka pada saat terjadi gempa 27 Mei ane mungkin saja sudah ada di rumah di daerah Bantul sono, dan siapa tahu jika hal itu terjadi ane bisa saja tewas atau terluka pada waktu itu.
Ternyata setiap kejadian memang selalu ada hikmah yang dapat kita tarik. Ane sangat bersyukur karena telah diingatkan mengenai hal ini. Ane juga sangat bersyukur ternyata Allah masih melimpahkan rahmatnya kepada ane kendati dosa ane sudah seperti gunung.
No comments:
Post a Comment