Ulah Bejo Kecil: Sudah Jatuh Ketimpa Tangga Digebukin Pula
Oke, kali ini ane mau cerita, tapi sebenarnya bukan tentang ane, tapi tentang temen ane yang bernama Sializ (nama samaran).
Di suatu sore belasan tahun yang lalu, ane bersama teman-teman ane bermain di sebuah lembah di pinggiran sungai di dekat rumah nenek ane. Salah satu temen ane adalah Sializ. Waktu itu kami bermain petak umpet. Di daerah yang masih aseri tersebut semua anak berusaha untuk mencari tempat pesembunyian yang ideal. Ada yang bersembunyi di belakang semak2, pohon kelapa, bahkan di jogangan alias lubang ditanah tempat untuk buang sampah. Banyak nyamuk dimana-mana, akan tetapi kendati nyamuknya segede biji padi kami tidak perduli, yang penting bisa sembunyi aman.
Dari semua teman ane, ternyata Sializ mempunyai ide tempat persembunyian yang sangat unik. Ketika dilihatnya pohon mangga yang daunnya rungkut alias lebat, menyalalah lampu yang ada di atas kepalanya. Ketika permainan dimulai dengan segera Sializ memanjat pohon tersebut. Belum juga temen ane yang lagi jaga selesai menghitung, tiba-tiba sebuah kejadian menarik terjadi.
Tiba-tiba dari atas pohon yang dipanjat Sializ terjadi "keributan". Setelah diamat-amati ternyata si Sializ sedang berusaha mengusir nyangkrang alias semut merah raksasa yang sedang menggigiti seluruh tubuhnya. Ia pun berteriak kesakitan. Kami semua kemudian meneriakinya untuk segera turun. Dan hal tersebut ternayta mengundang perhatian ibunya yang kebetulan sedang berada di dekat tempat itu. Namun apabila anda membayangkan sang ibu akan datang kemudian mengelus-elus anaknya yang kesakitan karena seluruh badannya digigiti nyangkrang, maka anda keliru. Sang ibu ternyata marah karena melihat anaknya "penekan" alias memanjat pohon. Maka diambilnya sapu lidi yang berada di dekatnya, kemudian sembari menyinsingkan roknya ia lari menuju pohon yang dipanjat oleh Sializ, anaknya. "TURUN!!, BISA NGGAK TURUN!!! DASAR ANAK KURANG AJAR! BERANI KAU PENEKAN!!!", bentak ibunya sambil mengacungkan sapu lidinya ke arah Sializ. Benar-benar sebuah dilema bagi Sializ. Apabila ia turun, ia akan langsung disambut dengan sapu lidi ibunya dan dihajar habis-habisan. Namun apabila ia tetap di atas ia akan terus digigit oleh para prajurit nyangkrang yang marah karena wilahnya terganggu. Tapi waktu itu mungkin Sializ tidak sempat memikirkan hal tersebut. Karena tidak tahan menghadapi gigitan ratusan nyangkrang ia pun melepaskan pegangannya. Alhasil ia melorot turun dari pohon tersebut dari ketinggian kurang lebih 2 meter lebih sedikit, sebuah ketinggian yang cukup menakutkan bagi anak seusia kami waktu itu. Anda pun pasti sudah bisa menduga derita Sializ, Setelah rasa sakit yang amat karena digigit nyangkrang, tangan, kaki dan badannya harus menghajar batang pohon yang ia naiki seiring dengan derasnya ia melorot dari pohon mangga tersebut. Seakan tidak cukup, dari bawah pukulan sapu lidi menyongsongnya secara bertubi-tubi. Akhirnya, sembari menangis kesakitan dan ketakutan karena ibunya terus saja mengejar sambil menghajarnya dengan memakai sapu lidi, Sializ lari dan menceburkan diri ke sungai untuk meringankan sakit ditubuhnya akibat gigitan nyangkrang . Namun hal tersebut justru membuat ibunya semakin marah. Dalam pikirannya mungkin ia semakin marah karena anaknya sudah berani penekan, eh, sekarang malah mandi dikali. Sang ibu pun kemudian menyeret anaknya pulang sambil memukulinya.
Benar-benar seperti perumpamaan "Sudah jatuh tertimpa tangga, digebukin pula".
No comments:
Post a Comment