Berikut sebuah cerita dari seorang teman:
Suatu hari Rina, sebut saja namanya demikian, menemukan lowongan kerja yang sangat sesuai dengan dirinya. Pekerjaan yang ditawarkan adalah sebagai karyawan administrasi disebuah lembaga bimbingan belajar di kota Ngayogjakarta Hadiningrat. Persyaratannya adalah wanita, pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 27 tahun, pengalaman tidak diutamakan, supel, bersedia mengikuti pelatihan, dan berdomisili di Jogja. Bagi Rina yang lulusan D3 yang lagi getol-getolnya mencari kerja, maka hal tersebut adalah sebuah kesempatan emas. Maka melamarlah Rina ke lembaga pendidikan tersebut. Namun sayang, lamarannya ditolak.
Beberapa pekan setelahnya, dilihatnya lagi iklan lowongan kerja di koran. Dan ia menemukan lagi iklan dari lembaga bimbingan belajar yang sama, namun dari cabang yang berbeda. Maka ia melamar lagi ke lembaga bimbingan belajar tersebut. Dengan diiringi rasa percaya diri, determinasi yang kuat, serta doa seluruh keluarga, akhirnya diterimalah Rina dalam lembaga bimbingan belajar tersebut. Hati Rina pun berbunga-bunga karena akhirnya ia mendapat pekerjaan. Tak sia-sialah uang 20 ribu yang ia habiskan untuk pendaftaran lowongan tersebut.
Setelah diterima, Rina diwajibkan memakai seragam sesuai dengan standart kantor dimana kantor tidak memberikannya secara cuma-cuma sebagai fasilitas kantor, namun ia diwajibkan membeli bahan pakaian yang dibandrol 300 ribu rupiah. Rina kaget karena diluar bahan yang sama dengan ukuran yang sama bisa dibeli dengan harga 50 ribuan. Namun ia tidak boleh protes, dan ia pun sama sekali belum menaruh kecurigaan pada lembaga bimbel tersebut. Berikutnya, ia diwajibkan untuk mengikuti pelatihan sebagai karyawan administrasi dengan membayar sebesar 400 ribu rupiah. Semua biaya tersebut tidak dipotongkan lewat gaji yang akan diterimanya kelak, namun harus langsung membayarnya didepan secara cash. Maka dibayarlah uang pelatihan tersebut.
Hari pertama Rina masuk kerja, ia diwajibkan membuatkan makan siang (dalam dos) untuk para seniornya yang berjumlah 15 orang. Setelah itu ternyata terjadi hal yang cukup mengejutkan, yaitu perlakuan supervisor yang sangat kejam. Sebagai karyawan administrasi, ia di suruh mengepel, mencuci piring, menyapu lantai, dan berbagai pekerjaan pembantu lainnya. Selain itu sedikit saja kesalahan maka ia akan dimaki-maki dan dikasari secara verbal. Ia juga akan di ancam akan dipindah ke cabang lain dimana disana akan diperlakukan dengan lebih brutal.
Hari demi hari dilewati, namun bathin Rina semakin menjerit tidak kuat dengan perlakuan dari supervisornya. Istilah pelatihan pun mulai ia pertanyakan dalam hatinya. Sebenarnya selama ini pelatihan apa sajakah yang telah ia terima yang relevan untuk seorang karywan administrasi? Ia tidak pernah menerima pelatihan komputer administrasi, atau sejenisnya. Yag ia dapat adalah perintah-perintah yang cenderung mengarahkannya sebagai babu. Bahkan diluar sana banyak sekali pembantu rumah tangga yang bukan babu, dalam artian lebih diperlakukan secara manusiawi.
Tidak hanya itu, sebagai karyawan administrasi, ternyata ia juga harus menanggung kesalahan ketika ada orang yang datang mencari informasi mengenai program bimbel namun tidak jadi bergabung dengan bimbel. Ia disalahkan karena tidak dapat membujuk si pelanggan untuk bergabung dengan bimbel tersebut. Bukankah hal yang bertanggungjawab atas hal semacam itu adalah pihak marketing, bukan karyawan administrasi? Terlebih lagi ia tidak pernah mendapat pelatihan mengenai bagaimana cara meyakinkan calon pelanggan untuk bergabung dengan bimbel tersebut. Si supervisor hanya mengatakan, gimana caranya kek!.
Karena tidak kuat, maka Rina memutuskan untuk berhenti setelah bekerja selama 15 hari. Namun pihak bimbel mengatakan bahwa jika ia berhenti, maka uang pelatihan tidak dapat dikembalikan dan gaji selama ia bekerja dalam 15 hari tidak dapat diberikan karena untuk menerima gaji ia harus bekerja satu bulan penuh, padahal gaji sebulannya cuma 200 ribu rupiah selama masa percobaan 6 bulan. Namun apa daya, karena hatinya sudah benar-benar tidak kuat maka ia lebih memilih tidak menerima gaji dan kehilangan uang pelatihan dari pada harus tersiksa karena diperlakukan dengan tidak manusiawi.
Setelah keluar, ia merenung, ternyata ia sudah kehilangan uang 700 ribuan hanya untuk diperlakukan semena-mena ditempat kerja. Betapa merasa tertipunya Rina. Namun itu sudah terjadi, dan ia pasti akan lebih berhati-hati kelak dikemudian hari.
Apakah lembaga bimbel diatas melakukan penipuan atau tidak ane tidak tahu karena ane juga masih buta hukum. Hanya saja semoga pengalaman teman ane tersebut dapat dijadikan perhatian bagi temen-temen yang sedang mencari kerja. Jika dari awal sudah dimintai dana ini itu dan tidak bisa dipotong dari gaji yang akan diterima di masa datang, maka anda perlu berhati-hati. Selain itu jangan lupa BACA SURAT KONTRAK KERJA!!! Perhatikan apa yang menjadi kewajiban anda dan apa yang tidak.
Read More...
Summary only...